epanrita.net – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui mayoritas suara tidak sah pada pemilu lalu akan digunakan sebagai data evaluasi pemilu 2024.
Dalam penilaian ini, KPU RI berencana bekerja sama dengan partai politik atau peserta pemilu untuk mengedukasi masyarakat tentang proses pemungutan suara dalam hal ini pemilih.
Hal ini dikarenakan munculnya surat suara yang tidak sah tidak selalu terkait dengan pilihan untuk abstain, tetapi mungkin terkait dengan ketidaktahuan pemilih terhadap undang-undang untuk memilih.
“Selama ini kita tidak pernah menjangkau partai yang ini kontribusinya besar (dalam hal jangkauan sosialisasi),” ujar Koordinator Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU RI, August Mellaz, Kamis (18/8/2022).
Hingga saat ini, KPU telah bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil atau media dalam hal pendidikan pemilih dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pemungutan suara yang sah dan tidak sah.
Padahal, partai politik atau peserta pemilu lainnya, seperti capres, caleg konservatif atau caleg, juga memiliki pemilih yang luas yang merupakan pemilih untuk dididik.
Sementara itu, mereka juga tertarik dengan hal ini agar tidak kehilangan suaranya.
“Partai politik atau caleg itu berkepentingan untuk konstituennya-konstituennya memilih pada hari H, memilih secara benar,” kata August.
“Kelompok-kelompok masyarakat sipil kemudian media juga tentu diharapkan untuk bisa menyebarluaskan itu, tetapi partai politik juga. Oleh karena itu, di PKPU ini salah satunya juga sosialisasi, kita buka ruang untuk bisa KPU dengan peserta pemilu,” jelasnya.
Sebagai acuan, pada Pemilu 2019, jumlah suara tidak sah sebanyak 3.754.905 dari total 158.12.506 suara, menempati urutan pertama.
Sementara itu, pada suatu waktu di tahun 2020, rata-rata partisipasi pemilih batal di Belcada sekitar 2,43%.
