epanrita.net – Kejaksaan Republik Indonesia (Kejagung) telah memeriksa delapan orang saksi dari tahun 2016 hingga 2020 sehubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi, penyelewengan dan/atau penggelapan penggunaan dana oleh PT Waskita Beton Precast, Tbk.
“Memeriksa 8 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dan/atau penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast, Tbk pada tahun 2016 sampai dengan 2020,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).
Ketut menjelaskan, saksi yang diperiksa adalah Direktur PT Tiga Sekawan Serasi dan Direktur PT Detede, berinisial CL.
Setelah itu, beliau menjabat sebagai mantan direktur PT Misi Mulia Metrical dan general manager engineering di PT Waskita Bumi Wira berinisial YR.
Selanjutnya Direktur PT Wirya Krenindo Perkasa berinisial JC dan PT CFO Tiga Sekawan Serasi berinisial S.
Beliau juga menjabat sebagai General Manager Divisi Precast, berinisial FS, dan CEO PT Citra Lautan Teduh, berinisial KH.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Terkait kasus korupsi ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka di anak perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk atas tuduhan korupsi, ketidakjujuran, dan penyalahgunaan dana.
Peristiwa itu terjadi di PT Waskita Beton Precast Tbk sejak 2016 hingga 2020.
Selasa (26 Juli 2022) Ketut mengatakan keempat tersangka adalah AW, baik pensiunan maupun mantan Direktur Pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk. Periodenya dari 2016 hingga 2020.
Kedua, AP adalah manajer umum pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk dari tahun 2016 hingga Agustus 2020.
Selain itu, BP adalah Marketing Specialist (expert) di PT Waskita Beton Precast, Tbk, dan A adalah Pensiunan PT Waskita Beton Precast, Tbk.
kata Ketut PT Waskita Beton Precast, Tbk. Antara tahun 2016 dan 2020, Anda melakukan kesalahan atau menyalahgunakan wewenang Anda, seperti melakukan pembelian virtual, pembelian barang tidak tersedia, dan beberapa pembelian tidak dapat dilacak.
“Atas perbuatan tersebut, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2.583.278.721.001,” ujar Ketut.