Penggunaan krim yang mengandung merkuri dapat berdampak negatif pada kesehatan kulit dalam jangka panjang, kata dokter kulit dr. Listya Paramita, Sp. KK.
Akan tetapi, banyak dari tanda-tanda kerusakan kulit yang terjadi seringkali terabaikan.
“Tanda-tanda yang muncul tidaklah spesifik namun terkadang tanda-tanda kerusakan itu kerap diabaikan dan dianggap sebagai “proses wajar” atau proses yang perlu dilalui konsumen menuju perubahan ke kulit putih,” Demikian disampaikan dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam acara “Advance Training Duta” pada program BPOM yang dilaksanakan secara online, Kamis
Reaksi yang mungkin terjadi antara lain kulit kering, kasar, kelupas, kemerahan, rasa terbakar, terkadang gatal, terkadang panas, dan lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari.
“Mereka (konsumen) mengerti ada tanda-tanda yang tidak beres. Tapi ketika ditanyakan ke penjualnya, dijawab dengan, ‘Tidak apa-apa, proses untuk jadi putih harus melalui seperti itu dulu’,” kata Listya.
Listya menekankan kandungan merkuri dalam kosmetik sangat dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Akan tetapi, dia mencatat kosmetik ilegal masih beredar di pasaran, contohnya di marketplace.
“Ketika seseorang menggunakan produk-produk ilegal dan tidak ada izin edar BPOM-nya, risikonya besar, terutama adalah kerusakan kulit di kemudian hari. Jadi memang efeknya jangka panjang,” katanya.
Listya menerangkan bahwa merkuri sebenarnya dapat memiliki efek pemutih langsung, tetapi penting untuk dicatat bahwa bahan ini berbahaya dalam jangka panjang.
Efek pemutihan langsung disebabkan oleh pengelupasan epidermis kulit oleh senyawa merkuri klorida. Senyawa merkuri amino klorida kemudian juga menghambat enzim tirosinase dan menghambat enzim sulfhidril mercatan di dalam kulit, yang mengarah pada penghambatan pembentukan melanin.