epanrita.net – Harga minyak dunia masih berada di dalam jalur penurunan yang signitifikan. Rilis data dari Amerika Serikat (AS) menjadi pukulan bagi si emas hitam.
Harga minyak dunia masih berada pada lintasan menurun. Dirilis dari data di Amerika Serikat (AS) merupakan pukulan bagi emas hitam.
Pada Senin (8/8/2022) pukul 06:59 WIB, harga minyak mentah Brent sebesar $94,05 per barel. Indeks turun 1,02% dari posisi penutupan sebelumnya.
Jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) berharga $88,22 per barel. Itu turun 1,07%.
Dalam sepekan terakhir, harga brent dan light sweet ambles masing-masing 6,04% dan 6,07%. Selama sebulan ke belakang, harganya ambrol 9,15% dan 13,14%.
Akhir pekan lalu, Biro Statistik Tenaga Kerja AS merilis data ketenagakerjaan AS terbarunya. Pada Juli 2022, ekonomi nasional Paman Sam menghasilkan 528.000 gaji non-pertanian. Ini jauh lebih tinggi dari perkiraan bulan sebelumnya sebesar 398.000 dan 250.000.
Sektor jasa adalah peluang terbesar untuk pekerjaan. Makanan dan minuman telah menciptakan 74.000 pekerjaan, 89.000 layanan bisnis profesional, 13.000 layanan perusahaan, 13.000 arsitektur dan teknik, 12.000 konsultasi manajemen dan teknik, 10.000 R&D, dan 70.000 layanan medis.
Di satu sisi, ini adalah kabar gembira. Di tengah tantangan lonjakan inflasi, ternyata dunia usaha masih ekspansif dan menciptakan lapangan kerja. Tentunya menjadi modal kuat bagi AS untuk mentas dari ‘jurang’ resesi.
Namun di sisi lain, data ini membuat pasar cemas bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal makin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Sebab, salah satu alasan The Fed mengetatkan kebijakan moneter adalah keyakinan bahwa pasar tenaga kerja masih kuat.
Ketika suku bunga acuan naik, apalagi sangat tinggi, maka biaya ekspansi dunia usaha dan rumah tangga akan ikut naik. Ini membuat laju ekonomi tertahan, bukan tidak mungkin resesi akan berlangsung lebih lama.
“Sudah jelas bahwa pelaku pasar melihat ancaman resesi sebagai hal yang serius,” tegas Craig Erlam, Analis OANDA, seperti dikutip dari Reuters.
Apalagi resesi ini terjadi di AS, negara konsumen minyak nomor satu dunia. So, saat permintaan di pasar utama turun, jangan heran kalau harga minyak jatuh.